Senin, 04 November 2019

Launching Buku Melati di Taman Keberagaman

Perempuan  era modern yaitu saat ini masih termarginalisasi oleh mainstream pemikiran bahwa segala urusan 'luar rumah' adalah urusan pria/laki-laki yang sibuk dengan dunia perkantoran. Bahkan  perempuan sepertinya tidak mempunyai otoritas urusan di 'luar rumah', apalagi urusan kepemimpinan. Perempuan seakan terdesak di wilayah 'pinggiran' yang hanya mengurus rumah tangga. Dalam konteks demokrasi dan pemerintahan mestinya tidak ada perbedaan hak antara perempuan dan laki-laki. Karena dalam sistem saat ini, yang bergerak adalah sebuah sistem, bukan hanya fisik semata.

Tentu ini sangat memprihatinkan, jaman telah sedemikian maju, masih ada pemikiran yang meletakkan perempuan sebagai subordinat laki-laki. Di mana letak keadilan dan kesetaraan gender? Apakah karena dianggap tempat itu adalah tempat 'petarung' yang hanya untuk para pria? Pemimpin yang mempunyai paradigma berfikir seperti itu akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang hanya menguntungkan para pria/laki-laki. Tak mencerminkan sebuah keadilan gender.

Belum pernah saya dengar ada yang mengatur bila perempuan tidak diperkenankan memegang kekuasaan dalam pemerintahan. Banyak sekali contoh kaum perempuan yang telah berhasil memimpin sebuah wilayah, baik menjadi kepala desa, camat, bupati, walikota, bahkan presiden. Menurut catatan sejarah, kepemimpinan di negara-negara lain pun banyak memberikan bukti keberhasilan seorang perempuan. 



Saya menghadiri acara  Talkshow di Bertempat di Gedung Perpusnas RI acara pada hari Rabu, 30 Oktober 2019, dari Grasindo mempersembahkan rangkaian acara untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila dan Sumpah Pemuda "Kepemimpinan dalam Merawat Kebinekaan" dan Peluncuran Buku "Melati di Taman Keberagaman - Praktik Inklusif di Indonesia dan Australia".

Prof. Dr. Musda Mulia (Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace) memaparkan.



Makna penting buku berjudul Melati Keberagaman: Praktik Kepemimpinan Inklusif di Indonesia dan Australia terletak pada isinya yang Taman sarat dengan pesan-pesan kebinekaan Indonesia. Buku ini bukan hanya menggambarkan refleksi penulis dalam pembelajaran multikulturalisme, melainkan juga menggugat kondisi Indonesia yang akhir-akhir ini mengalami rongrongan ideologi yang luar biasa. Buku karya Mathilda AMW Birowo sangat relevan untuk Indonesia masa kini. Bahkan, Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya di DPR tanggal 16 Agustus 2019 menyebutkan secara tegas bahwa ada tiga hal yang menjadi isu krusial di negeri ini, yaitu menguatnya sikap intoleran, radikalisme, dan terorisme. Hanya karena mukjizat dari Tuhanlah, negara tercinta ini masih tetap eksis dan berjaya.


Kita semua sebagai warga bangsa tidak boleh diam dan berpangku tangan melihat NKRI dirongrong dengan berbagai cara yang melukai konstitusi dan menodai Pancasila, ideologi negara yang dengan susah payah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini. Masalahnya, berbagai aksi rongrongan tersebut sudah lama dibiarkan dan didiamkan untuk berbagai alasan. Kondisi membahayakan ini harus segera diakhiri. Gagasan untuk menangkal semua bentuk rongrongan tersebut serta upaya-upaya konkret untuk menjaga dan merawat NKRI terbaca dengan jelas dan tegas dalam buku penting.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wanita dan Kusta

Sangat disayangkan bahwa wanita yang menderita penyakit kusta sering mengalami stigmatisasi dan kucilkan. Ini adalah masalah serius yang tel...